Abu Nawas Al-hasan ibn Hani Al-hakami dikenal sebagai Abu Nawas, adalah seorang penyair tersohor Arab klasik. Dia juga dikenal sebagai master dari semua genre puisi Arab kontemporer. Namun, tradisi cerita rakyat ternyata juga dia rambah, seperti yang muncul beberapa kali dalam Seribu Satu Malam. SYAIRABU NAWAS : TERJEMAH DAN MAKSUDNYA Berikut adalah syair yang dimaksud dalam upaya kerasnya agar Allah berkenan menerima taubatnya. يا ربِّ إنْ عَظُمَتْ ذُنُوبِي كَثْرَةً فلقد عَلِمْتُ بِأَنَّ عفوك أَعْظَمُ إِنْ كَانَ لاَ يَرْجُوكَ إِلاَّ مُحْسِنٌ فَمَن الذي يَدْعُو ويَرْجُو المجرم Discovershort videos related to pesan abu nawas sebelum meninggal on TikTok. Watch popular content from the following creators: si_rajun(@pengeja.hujan), Modeairplane📵(@_mode_airplane), DAN™🌠 (@syakieb.1), si_rajun(@pengeja.hujan), Secerah Qalbu(@secerahqalbu), HILDE🌺🇲🇾(@ld.raja.pugut), يوسريل ماهيندرا(@yusril_mahendra04), QEENA1212(@papanyaqeena), pemuDAIslam CumaAbu Nawas yang Berani Jailin Malaikat, Begini Kisahnya Dikutip dari berbagai sumber, syair tersebut merupakan ungkapan bentuk taubat Abu Nawas kepada Allah SWT. Sebab semasa mudanya, Abu Nawas disebut sebagai orang yang menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang dengan kehidupan duniawi. AnalisisSyair "Taubat" Abu Nawas. 4/26/2014. 0 Comments. I. PENDAHULUAN. a. Latar belakang masalah. Mendengar nama Abu Nuwas, Muslim Indonesia dibetot oleh pandangan awal bahwa ia adalah seorang yang jenaka dan penuh kelakar. Sebuah dongeng yang sering dituturkan oleh orang-orang tua Muslim terhadap anak-anaknya. Selaincerdik, fenomenalnya Abu Nawas juga berkat syair pertobatannya "ilahi lastu" yang berjudul Al I'tiraf. Syair ini makin terkenal pada awal 2000an setelah disenandungkan oleh penyanyi religi Haddad Alwi dalam album 'Cinta Rasul' (1999). baca juga: Telak! Jawaban Cerdas Abu Nawas Ini Bikin Baginda Raja Mati Kutu di Hadapan Menterinya . Syahdan, Abu Nawas dikenal sebagai orang yang gemar berbuat maksiat dan agak gila. Dia gemar minum khamer hingga dia mendapat julukan Penyair Khamer. Abu Nawas pernah membuat syair seperti ini "Biarkan masjid diramaikan oleh orang-orang yang rajin ibadah Kita di sini saja, bersama para peminum khamer, dan saling menuangkan Tuhanmu tidak pernah berkata, Cilakalah para pemabuk. Tapi Dia pernah berkata, Cilakalah orang-orang yang shalat." Gara-gara syairnya ini, Khalifah Harun Ar-Rasyid marah dan ingin memenggal leher Abu Nawas. Tapi, ada orang yang mengatakan kepada Ar-Rasyid “Wahai Amirul Mukminin, para penyair mengatakan apa-apa yang tidak mereka lakukan. Maafkanlah dia Abu Nawas". Menurut satu riwayat, ketika Abu Nawas meninggal dunia, Imam Syafi’i tidak mau menshalati jenazahnya. Namun, ketika jasad Abu Nawas hendak dimandikan, di kantong baju Abu Nawas ditemukan secarik kertas bertuliskan syair berikut ini "Wahai Tuhanku, dosa-dosaku terlalu besar dan banyak, tapi aku tahu bahwa ampunan-Mu lebih besar. Jika hanya orang baik yang boleh berharap kepada-Mu, kepada siapa pelaku maksiat akan berlindung dan memohon ampunan? Aku berdoa kepada-Mu, seperti yang Kau perintahkan, dengan segala kerendahan dan kehinaanku. Jika Kau tampik tanganku, lantas siapa yang memiliki kasih-sayang? Hanya harapan yang ada padaku ketika aku berhubungan dengan-Mu dan keindahan ampunan-Mu dan aku pasrah setelah ini.” Setelah membaca syair tersebut, Imam Syafi’i menangis sejadi-jadinya. Dia langsung menshalati jenazah Abu Nawas bersama orang-orang yang hadir. KH Taufik Damas, Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta Ilahi, lastu lilfirdausi ahla. Wala aqwa 'ala naril jahimiFahab li tawbatan waghfir dzunubi. Fainaka ghafirud dzanbil adzimiArtinyaTuhanku, Hamba tidaklah pantas menjadi penghuni surga Firdaus. Namun, hamba juga tidak kuat menahan panas api berilah hamba tobat dan ampunilah hamba atas dosa-dosa hamba. Karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi MahaagungDua bait syair di atas tentu sudah sangat akrab di telinga masyarakat Indonesia terutama kaum tradisionalis Islam. Beberapa saat menjelang shalat Magrib atau Subuh, jemaah di masjid-masjid atau musala di pedesaan biasanya mendendangkan syair tersebut dengan syahdu sebagai puji-pujian. Konon, kedua bait tersebut adalah hasil karya tokoh kocak Abu Nawas. Ia adalah salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Abu Nawas juga muncul beberapa kali dalam kisah 1001 masyarakat Islam Indonesia, nama Abu Nawas atau Abu Nuwas juga bukan lagi sesuatu yang asing. Abu Nawas dikenal terutama karena kelihaian dan kecerdikannya melontarkan kritik-kritik tetapi dibungkus humor. Mirip dengan Nasrudin Hoja, sesungguhnya ia adalah tokoh sufi, filsuf, sekaligus penyair. Ia hidup di zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad 806-814 M. Selain cerdik, Abu Nawas juga dikenal dengan kenyentrikkannya. Sebagai penyair, mula-mula ia suka mabuk. Belakangan, dalam perjalanan spiritualnya mencari hakikat Allah dan kehidupan sejati, ia menemukan kehidupan rohaniahnya yang sejati meski penuh liku dan sangat mengharukan. Setelah mencapai tingkat spiritual yang cukup tinggi, inspirasi puisinya bukan lagi khamar, melainkan nilai-nilai ketuhanan. Ia tampil sebagai penyair sufi yang tiada banding. Nama asli Abu Nawas adalah Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H 747 M di kota Ahvaz di negeri Persia Iran sekarang, dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persia mengalir di tubuhnya. Ayahnya, Hani al-Hakam, merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas belajar berbagai ilmu mudanya penuh perilaku kontroversial yang membuat Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai sprirtual, di samping cita rasa kemanusiaan dan keadilan. Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran kepada Ya'qub al-Hadrami. Sementara dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin Sa'ad as-Samman. Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, telah memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab. Kemudian ia pindah ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan dengan para bangsawan. Namun karena kedekatannya dengan para bangsawan inilah puisi-puisinya pada masa itu berubah, yakni cenderung memuja dan menjilat penguasa. Dalam Al-Wasith fil Adabil 'Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Namun sayang, karya-karya ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim. Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana sya'irul bilad. Sikapnya yang jenaka menjadikan perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda tersendiri dalam khazanah peradaban dunia. Kedekatannya dengan kekuasaan juga pernah menjerumuskannya ke dalam penjara. Pasalnya, suatu ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah. Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya. Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga Barmak jatuh pada tahun 803 M. Setelah itu ia pergi ke Mesir dan menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid al-Ajami. Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun al-Rasyid meninggal dan digantikan oleh mendekam di penjara, syair-syair Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kehidupan duniawi yang penuh glamor dan hura-hura, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah. Dua bait syair di atas merupakan salah satu syairnya yang dapat dipahami sebagai salah satu ungkapan rasa spiritual yang dalam. Memang, pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan maksiat. Tetapi, justru di jalan gelap itulah, Abu Nawas menemukan nilai-nilai ketuhanan. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan. Meski dekat dengan Sultan Harun al-Rasyid, Abu Nawas tak selamanya hidup dalam kegemerlapan duniawi. Ia pernah hidup dalam kegelapan – tetapi yang justru membawa keberkahan tersendiri. Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, akhir hayat Abu Nawas sangat diwarnai dengan kegiatan ibadah. Beberapa sajaknya menguatkan hal itu. Salah satu bait puisinya yang sangat indah merupakan ungkapan rasa sesal yang amat dalam akan masa tahun meningalnya, banyak versi yang saling berbeda. Ada yang menyebutkan tahun 190 H/806 M, ada pula yang 195H/810 M, atau 196 H/811 M. Sementara yang lain tahun 198 H/813 M dan tahun 199 H/814 M. Konon Abu Nawas meninggal karena dianiaya oleh seseorang yang disuruh oleh keluarga Nawbakhti - yang menaruh dendam kepadanya. Ia dimakamkan di Syunizi di jantung Kota puisi Abu Nawas dihimpun dalam Diwan Abu Nuwas yang telah dicetak dalam berbagai bahasa. Ada yang diterbitkan di Wina, Austria 1885, di Greifswald 1861, di Kairo, Mesir 1277 H/1860 M, Beirut, Lebanon 1301 H/1884 M, Bombay, India 1312 H/1894 M. Beberapa manuskrip puisinya tersimpan di perpustakaan Berlin, Wina, Leiden, Bodliana, dan Mosul. Salah satu cerita menarik berkenaan dengan Abu Nawas adalah saat menejelang sakaratulmautnya. Konon, sebelum mati ia minta keluarganya mengkafaninya dengan kain bekas yang lusush. Agar kelak jika Malaikat Munkar dan Nakir datang ke kuburnya, Abu Nawas dapat menolak dan mengatakan. "Tuhan, kedua malaikat itu tidak melihat kain kafan saya yang sudah compang-camping dan lapuk ini. Itu artinya saya penghuni kubur yang sudah lama." Tentu ini hanyalah sebuah lelucon, dan memang kita selama ini hanya menyelami misteri kehidupan dan perjalanan tohoh sufi yang penuh liku dan sarat hikmah ini dalam lelucon dan sumber Jakarta - Pernah dengar tentang Abu Nawas? Pria yang memiliki nama Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami itu merupakan seorang sufi yang cerdas sekaligus pujangga sastra Arab Abu Nawas ia peroleh semasa remaja di Basrah, Irak Selatan, tempat di mana dirinya dibesarkan. Penamaan Abu Nawas akibat rambutnya yang ikal dan panjang buku Kisah 1001 Malam Abu Nawas Sang Penggeli Hati tulisan Rahimsyah, dikatakan Abu Nawas pernah merayu Tuhan melalui syair. Lantas, bagaimana sosok Abu Nawas?Profil Singkat Abu NawasAbu Nawas sekitar tahun 757 M di Provinsi Ahwaz, Khuzistan atau sebelah barat daya Persia. Namun, para ulama berbeda pendapat terkait tahun kelahirannya, seperti dikutip dari buku Abu Nawas Sufi dan Penyair Ulung yang Jenaka oleh Muhammad Ali ayah wafat saat Abu Nawas masih kecil. Setelahnya, ibu dari Abu Nawas membawa putranya itu ke Kota Basrah, Irak karena alasan ekonomi. Abu Nawas kepada seseorang bernama Attar untuk melakukan pekerjaan yang bisa dilakukan anak begitu, Abu Nawas mendapat perlakuan baik dari Attar. Ia disekolahkan di sekolah Al-Qur'an hingga berhasil menjadi hafiz. Pengetahuannya terhadap kalam Allah SWT inilah yang kelak menjadi karakter linguistik syair-syair yang ia Abu NawasAbu Usamah bin al-Hubab al-Asadi, seorang penyair Kufah keturunan persia tertarik dengan kecerdasan Abu Nawas. Setelahnya, Abu Nawas diangkat menjadi Walibah begitu terkenal karena puisinya yang homoerotik, tidak bermoral, tetapi ia sangat fasih dan terampil menggunakan diksi-diksi yang ringan, tajam, dan jenaka. Kemampuannya inilah yang kemudian mewarnai ciri puisi karya Abu buku Biografi Tokoh Sastra karya Ulinuha Rosyadi dikatakan bahwa kelihaian Abu Nawas di dunia sastra semakin bersinar setelah berhasil menarik perhatian Khalifah Harun musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nawas kemudian diangkat menjadi penyair istana syai'rul bilad yang bertugas mengubah puisi puji-pujian untuk syair-syair Abu Nawas berisi keglamoran. Seiring berjalannya waktu, lambat laun karya Abu Nawas justru condong kepada nuansa religi dan kepasrahan kepada Allah, sebagaimana disebutkan oleh Siti Nur Aidah dalam bukunya yang bertajuk 25 Kisah Pilihan Tokoh Sufi Al I'tiraf Karya Abu NawasTerdapat salah satu syair Abu Nawas yang cukup populer. Syair tersebut berisi mengenai dirinya yang tidak pantas menjadi penghuni surga, namun ia juga takut masuk itu dikenal dengan sebutan syair Al I'tiraf atau syair untuk merayu Tuhan. Berikut bunyinyaIlahi lastu lil firdausi ahlaWala aqwa ala naril jahimiFahab li taubatan waghfir dzunubiFainnka ghafiruz dzambil adzimiArtinyaTuhanku, tidaklah pantas hamba menjadi penghuni surgaNamun hamba juga tidak kuat menahan panas api nerakaMaha beri hamba tobat dan ampunilah hamba atas dosa-dosa hambaKarena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha AgungKisah Lucu Abu Nawas dan KeledainyaSemasa hidupnya, Abu Nawas banyak memperlihatkan tingkahnya yang menjengkelkan tapi jenaka. Cerita Abu Nawas banyak dibaca untuk menghibur diri dan memperoleh pesan-pesan penuh makna. Berikut ini merupakan cerita Abu Nawas bersama keledainya sebagaimana dikutip dari laman NU Nawas memiliki seekor keledai yang setia menemaninya. Ketika saat-saat genting menghadapi Baginda Raja, keledai tersebut dimanfaatkan Abu Nawas sebagai contoh, ketika Abu Nawas diusir keluar kampung karena menurut penasihat raja, Abu Nawas akan mendatangkan musibah. Hal itu disadarkan atas mimpi sang raja yang diputuskan oleh satu hukuman Abu Nawas ialah dilarang kembali ke kampung dengan menaiki keledai. Jika melanggar, maka Abu Nawas akan kena hukuman masyarakat gembira Abu Nawas telah kembali ke kampung. Begitu juga dengan sang raja dan punggawa rasa senang yang dirasakan oleh orang-orang istana dikarenakan mereka akan menghukum Abu Nawas. Sayangnya, kegembiraan orang-orang istana buyar, karena Abu Nawas kembali ke kampung tidak menaiki keledai, melainkan bergelantungan di bawah perut hewan demikian, Abu Nawas tidak bisa dikatakan menaiki keledai. Ia lantas selamat dari hukuman juga pada satu waktu, Abu Nawas kesal terhadap keledainya. Ia kemudian memukuli keledainya di tempat Abu Nawas terhadap keledainya dilihat oleh seorang pria. Pria tersebut bertanya kepada Abu Nawas, "Mengapa anda memukuli binatang yang lemah?"Berseloroh, Abu Nawas lantas melontarkan jawaban sebagai berikut, "Maaf, apakah dia anggota keluarga Anda?" Simak Video "Maestro Kaligrafi Indonesia" [GambasVideo 20detik] aeb/lus Oleh Munawir Amin. Imam Muhammad bin Idris as-Syafi’i rahimahullah pernah berkata “Aku mengunjungi Abu Nawas. Lalu Aku bertanya padanya “Apa yang Engkau persiapkan untuk hari ini, wahai saudaraku, Abu Nawas?’. Kemudian Abu Nawas menjawab dengan sebuah Syair تَعَاظَمَنِيْ ذَنْبيْ فَلَمَّا قَرَنْتُهُ بعَفْوِكَ رَبِّيْ كَانَ عَفْوُكَ أَعْظَمَا “Pernah kuanggap dosa-dosa ku besar. Namun, ketika kusandingkan dengan pengampunan-Mu, wahai Tuhanku. Maka, ampunan-Mu ternyata lebih besar’”. “Abu Nawas itu karibku,” kata Syaikh Muhammad bin Rafi’ memulai kisahnya. “Namun, di akhir umurnya, kami berpisah jarak. Ketika tersiar kabar kewafatannya. Aku sedih luar biasa. Antara tidur dan terjaga, seakan Aku bertemu dengannya. Lalu Aku panggil Dia “Wahai Abu Nawas!”.“Iya”, jawab Abu Nawas. “Apa yang telah Allah perbuat padamu?”, tanya Syekh Muhammad bin Rafi’. “Dia mengampuni Aku”, kata Abu Nawas, “dan itu disebabkan bait syair yang Aku tulis. Dan syair itu sekarang berada ditumpukan bantal kedua di rumahku”. Tidak lama kemudian Syekh Muhammad bin Rafi’ melakukan perjalanan jauh mengunjungi keluarga Abu Nawas. Ketika keluarga Abu Nawas melihat Syekh Muhammad bin Rafi’, kesedihan menyelimuti keluarga Abu Nawas dan mereka pun kembali menangis. Setelah reda, Syekh Muhammad bin Rafi’ bertanya pada mereka “Apakah saudaraku Abu Nawas punya simpanan syair sebelum beliau wafat?”. “Kami tidak tahu”, jawab keluarga Abu Nawas. “Hanya saja, sebelum kewafatannya. Beliau meminta dibawakan tempat tinta dan kertas. Lalu menulis sesuatu. Apa yang ditulis, kami tidak tahu”, terang keluarga Abu Nawas. “Bolehkan Aku masuk memeriksa?”, kata Syekh Muhammad bin Rafi’. Keluarga Abu Nawas pun mempersilahkannya. Lalu Muhammad bin Rafi’ memasuki kamar Abu Nawas. Memeriksa tempat Syekh Muhammad bin Rafi’ menemukan pakaian yang belum dipindah. Diangkatnya pakaian itu, tidak ditemukan apa-apa. Kemudian, diangkat bantal pertama, juga tidak terlihat apa-apa. Setelah diangkat bantal kedua, ditemukan secarik kertas. Dan disitu tertulis beberapa syair يَا رَبِّ إِنْ عَظَمْتُ ذَنْبيْ كَثْرَةً فَلَقَدْ عَلِمْتُ بِأَنَّ عَفْوَكَ أَعْظَمَا "Wahai Tuhanku, Jika dosa-dosaku yang banyak itu membesar. Aku yakin, pengampunan-Mu lebih agung,". إنِ كَانَ لَا يَرْجُوْكَ إِلّا مُحْسنٌ فَبِمَنْ يَلُوْذُ وَيَسْتَجِيْرُ الْمُجْرِمُ "Andai Engkau hanya menerima orang yang baik saja. Lalu bagaimana dengan kami, orang-orang yang penuh noda dan dosa,". أَدْعُوْكَ رَبِّ، كَمَا أَمَرْتَ، تَضَرُّعاً فَإِذَا رَدَدْتَ يَدِيْ، فَمَنْ ذَا يَرْحَمُ "Aku berdoa padamu Gusti, dengan kerendahan hati, sebagaimana Engkau perintahkan. Jika Engkau tolak kedua tanganku. Siapa lagi yang akan mengasihi Aku?,". مَا لِيْ إِلَيْكَ وَسِيْلَةٌ إِلَّا الرَّجَا وَجَمِيْلُ عَفْوِكَ ثُمَّ أِنِّيْ مُسْلِمٌ "Hanya harapan dan indahnya ampunan-Mu yang jadi perantaraku. Lalu , Aku pasrah pada-Mu,". Sebelum meninggal dunia, Abu Nawas pernah duduk sendirian, memperhatikan matahari yang berangsur–angsur tenggelam. Suasananya cukup hening. Abu Nawas melihat begitu indahnya warna langit yang dipenuhi dengan mega berwarna kuning jingga. Ia memperhatikannya dengan seksama, hingga akhirnya suasana indah itu hilang seiring dengan tenggelamnya matahari di ufuk barat. Entah apa penyebabnya, tiba–tiba Abu Nawas tak mampu membendung air matanya. Hatinya terasa pedih. Ia menangis tersedu–sedu. Ia menengadahkan kedua tangannya sambil bersyair إِلهِي لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلاً وَلاَ أَقْوَى عَلىَ نَارِ الجَحِيْمِ "Wahai Tuhanku ! Aku bukanlah ahli surga, tapi Aku tidak kuat dalam neraka jahim,". فَهَبْ ليِ تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوْبيِ فَإِنَّكَ غَافِرُ ذَنْبٍ عَظِيْمٍ "Maka berilah Aku taubat ampunan dan ampunilah dosaku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dosa yang besar,". ذُنُوْبيِ مِثْلُ أَعْدَادِ الرِّمَالِ فَهَبْ ليِ تَوْبَةً يَاذاَ الجَلاَلِ "Dosaku bagaikan bilangan pasir, maka berilah Aku taubat wahai Tuhanku yang memiliki keagungan,". وَعُمْرِي نَاقِصٌ فيِ كُلِّ يَوْمٍ وَذَنْبيِ زَائِدٌ كَيْفَ احْتِمَالِ "Umurku ini setiap hari berkurang, sedang dosaku selalu bertambah, bagaimana Aku menanggungnya,". إِلهِي عَبْدُكَ العَاصِي أَتَاكَ مُقِرًّا بِالذُّنُوْبِ وَقَدْ دَعَاكَ "Wahai Tuhanku ! Hamba Mu yang berbuat dosa telah datang kepada Mu dengan mengakui segala dosa, dan telah memohon kepada Mu,". فَإِنْ تَغْفِرْ فَأَنْتَ لِذَاكَ أَهْلٌ فَإِنْ تَطْرُدْ فَمَنْ نَرْجُو سِوَاكَ "Maka jika Engkau mengampuni, Engkaulah ahli pengampun. Jika Engkau menolak, kepada siapakah lagi Aku mengharap selain kepada Engkau,". Demikianlah semoga bermanfaat. Indramayu, 13 September 2021 / 06 Shafar 1443 H Pengasuh Ponpes Sirojuttholibin Tulungagung Kertasmaya Indramayu Syair Abu Nawas – memiliki nama asli Abu Ali Hasan bin Hani Al-Hakim. Seorang pujangga syair arab yang terkenal dari negeri Persia. Memiliki darah keturunan Arab Persia. Beliau lebih dikenal dengan sosok bijaksana yang lucu dengan syair seni abu nawas yang mengoleskan syair dengan kata jenaka di kebanyakan masyarakat Indonesia mengnggapnya sebagai tikoh yang lucu, sebenarnya beliau adalah seorang ilmuwan yang cerdas. Terbukti dengan banyaknya kisah cerita dan syair indah muncul dari karya tulis dan berpikir Abu NawasKisah Abu Nawas dan Harun Ar-RasyidSyair Abu NawasVideo Syair Doa Abu NawasKisah Abu NawasDi negeri Persia tak hanya terkenal dengan kaligrafi khat nya saja. Ada beberapa nama tokoh yang sohor di dunia terlahir dari daerah Persia. Salah satunya Abu di tanah Persia pada tahun 145 H atau 756 M. Beranjak tumbuh dewasa dengan status yatim, tanpa seorang ayah. Karena sang ayah telah meninggal dunia ketika perang berkecambuk di Bashrah, Irak. Abu nawas kecil telah dikenal sebagai penyair cilik. Kecerdasannya dalam mengolah kata membuat teman, guru dan orang-orang sekitar terperanga ketika menyaksikan mulai berkumpul bersama para penyair lain ketika dewasa, dan ketika itu pula ia banyak para bangsawan mulai mengenalnya. Namun karena salah satu syairnya terdapat kalimat yang menyinggung kekahlifahan setempat, hal tersebut membuat Abu Nawas itulah hidupnya tidak menentu dan telah ditemukan meninggal dunia pada 814 M dan dikebumikan di Kota Syunizi. Abu Nawas ditemukan meninggal dunia karena dianiyaya oleh keluarga yang iri terhadapa kehidupannya. na’uddzubillahi minsyarri yang bercorak jenaka telah padam dari karyanya. Dan yang paling berkesan dari ribuan syair beliau adalah cerita hidupnya telah diabadikan dalam kisah yang berjudul “Kisah 1001 Malam”. Berisi tentang pengalaman hidup yang telah dilalui Abu kisahnya bisa menjadi dikenal dunia? Karena dalam penulisan kisah 1001 malam menggunakan bahasa hati dengan luapan jiwa yang ditambah gaya bahasa jenaka khas Abu Nawas. Syair Abu NawasKisah Abu Nawas dan Harun Ar-RasyidAbu Nawas merupakan seorang yang hidup di masa pemerintahan Khalifah Harun Al Rasyid, Sebutannya Raja juga. Suatu hari Harun Ar-Rasyid berkutbah di depan para hadirin yang dihadiri oleh Abu Nawas sholat jumat dan para jamaah selesai mendirikan shalat sunnah ba’diyah. Beliau mengumumkan sesuatu yang dianggap penting. Para hadirin pun tercengang dan terjadi kegaduhan gara-gara desakan ingin tahu apa yang disampaikan Sang berdiri tegap dan berkata di hadapan hadirin “Daerah sekitar masjid ini sangat ramai, Sehingga kita perlu memindahkan masjid ini. Siapa yang bisa memindahkan masjid ini akan saya beri hadiah berupa sedekah sekarung emas”.Namun tak seorangpun menyahut pertanyaan yang diajukan Harun Ar-Rasyid. Maka Sang Bagindapun mengulangi pengumuman tersebut berkali-kali tapi tetap saja tak ada yang menjawab. Hingga para hadirin silih berganti pulang meninggalkan Sang mata beliau kepada Abu Nawas yang masih berdiri di hadapan Khalifah.“Abu Nawas, bagaimana denganmu apakah kamu bisa?” tanya Sang Raja. Abu Nawas pun terkejut,sembari menjawab, “Saya akan memindahkan masjid, tapi dengan satu syarat, Baginda.”“Apa itu? katakan saja!” jawab Baginda Raja. “Sebelum saya mampu memindahkan masjid ini Jumat pekan depan, Baginda harus mengadakan pesta makan bersama untuk kami,” tantang Abu Nawas kepada orang yang hadir terdiam dan kaget. Mana mungkin seorang diri mampu memindahkan masjid ke tempat lain? Sepuluh atau seratus orang pun masih terus berganti. Kini tiba saatnya yang dinanti banyak orang. Tepat pada hari Jumat di depan masjid para warga sekitar mendatangi pesta yang di adakan Sang Raja. Setelah pesta selesai, para warga telah berdesakan untuk melihat apa yang akan dilakukan Abu Nawas ketika memindahkan Raja dengan tegas memerintah kepada Abu Nawas “Hei Abu Nawas, lakukan tugasmu hari ini!”.“Baik Baginda, akan ku pindahkan masjid ini dengan cara dipikulkan di pundak saya,” sahut Abu yang menyaksikanpun tercengang dan terkagum amat sangat. Abu Nawas pun mulai maju ke depan dan menggulung bajunya agar tidak mengganggu gerak tangannya. Para wargapun semakin kaget. Apa benar Abu Nawas bisa angkat bangunan sebesar di dekat dinding masjid Abu Nawas berteriak “Wahai saudara-saudaraku, maukah kalian membantuku. Tolong angkatkan masjid ini di pundakku karena bila aku mengangkatnya langsung di pundak aku tidak mampu. Oleh karena itu aku meminta kamu sekalian untuk mengankatnya sekali saja di pundakku”.Semua hadirin pun tekejut kembali. “Tuan-tuanku, jumlah kalian sangat banyak, seluruhnya lebih dari dua ratus orang. Kalian baru saja memakan makanan pesta besar, kalian harusnya kuat. Tolong bantu saya mengangkat masjid ini ke pundakku”, tambah Abu warga pun berkata, “Abu Nawas, apa kau gila? Kami tidak akan dapat mengangkatnya!” Para hadirin pun juga mengatakan hal yang sama dan ada yang mencaci Abu Nawas dengan seruan meremehkan dirinya sendiri.“Baginda, bukan salahku untuk tidak memindahkan masjid, para hadirin warga yang hadir tidak mau membantuku dengan mengangkatkan masjid ini ke pundakku,” kata Abu Nawas kepada Harun al mendengar celoteh lucu dari Abu Nawas yang terakhir tadi Sang Raja pun tersenyum masam. Tapi ia memberikan acungan jempol atas cara yang digunakan Abu Nawas untuk berkelit menolak pemindahan atau syair ini sering dibaca setelah selesai melaksanakan shalat Jum’at sebelum posisi duduk berubah dari tahiyat akhirnya, Insya Allah, dengan berdoa melalui syair ini dosa-dosa kita akan di ampuni oleh Allah swt, berkah karomah dari sang pengarangnya, salah seorang Wali yang Majdzub Billah, Abu Nawas.***إِلهِي لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلاًوَلاَ أَقْوَى عَلىَ النَّارِ الجَحِيْمِILAHII LASTU LIL FIRDAUSIL AHLAN WA LAA AQWAA ALAN-NARIL JAHIMIDuh Pengeran kula sanes ahli suwarga. Nanging kula mboten kiyat wonten nerakaWahai Tuhanku, hamba tidakpantas menjadi penghuni surga. Namun hamba tidakkuat pula jika dimasukkan ke dalam neraka jahanam***فَهَبْ ليِ تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوْبيِفَإِنَّكَ غَافِرُ الذَّنْبِ العَظِيْمِFAHAB LII TAUBATAW WAGHFIR DZUNUUBIFAINNAKA GHOOFIRUN DZAMBIL ADZHIIMIMugi Tuhan paring taubat dumateng kula. Estu Tuhan kang ngapura agunge dosaSemoga Tuhan menerima taubat hamba, karena Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa yang amat besar***ذُنُوْبيِ مِثْلُ أَعْدَادِ الرِّمَالِفَهَبْ ليِ تَوْبَةً يَاذاَالجَلاَلِDZUNUBII MITSLA A’DAIDIR RIMAALIFAHAB LII TAUBATAN YA DZAL JALAALIDosa kula kados wedhi ing segara. Mugi gusti kersa nampi taubat kulaDosa hamba laksana pasir di lautan, maka terimalah taubatku Wahai dZat Yang Maha Agung***وَعُمْرِي نَاقِصٌ فيِ كُلِّ يَوْمٍوَذَنْبيِ زَئِدٌ كَيْفَ احْتِمَالِWA UMRII NAAQISHUN FII KULLI YAUMINWA DZAMBII ZAIDUN KAIFAHTIMAALISaben dinten dosa kula tambah umur suda. Kados pundi anggenipun kula nyanggaSetiap hari umurku berkurang sedangkan dosaku bertambah. Bagaimana hamba akan kaut memikulnya***إِلهِي عَبْدُكَ العَاصِي أَتَاكَمُقِرًّا بِالذُّنُوْبِ وَقَدْ دَعَاكَILAHI ABDUKAL AASHI ATAAKAMUQIRROM BIDZUNUUBI WAQOD DA’AAKADuh Gusti kawula sowan dhateng Paduka. Sarana ngakeni dosa kelawan ndungaYa Tuhan, hamba-Mu yang penuh dengan kemaksiatan datang pada-Mu, dengan mengakui dosa-dosa hamba melalui doa kepada-Mu***فَإِنْ تَغْفِرْ فَأَنْتَ لِذَا أَهْلٌفَإِنْ تَطْرُدْ فَمَنْ نَرْجُو سِوَاكَFAIN TAGHFIR FA ANTA LIDZAA AHLUNFAIN TATHRUD FAMAN NARJU SIWAAKAYen paring ngapura estu Gusti kuwasa. Yen mboten dingapura sinten pengajeng kulaHanya Engkaulah Dzat yang mampu memberikan keampunan, jika bukan Engkau, lalu kepada siapa lagi hamba berharapKata Bijak Bahasa JawaKata Bijak Mutiara Bahasa InggrisVideo Syair Doa Abu NawasDemikian sekelumit tentang kisah, cerita, sejarah dan syair Abu Nawas secara ringkas. Semoga dapat membuka wawasan bagi Anda. Dan menjadi materi baru pengenalan sosok jenaka yang telah lama terkenal di Timur Tengah. Dialah Abu Nawas seorang puitis dan penulis yang humoris. Semoga bermanfaat.

syair abu nawas sebelum meninggal